Minggu, 10 November 2013

PENDIRIAN KOPERASI MENCANGKUP KEANGGOTAAN DAN ORGANISASI KOPERASI

KEANGGOTAAN KOPERASI
Sebagai suatu perkumpulan, koperasi tidak akan terbentuk tanpa anggota sebagai tulang punggungnya Semakain banyak anggota maka semakin kokoh kedudukan koperasi. Sebab badan usaha koperasi dikelola serta dibiayai oleh para anggota, hal ini terlihat dari pemasukan modal koperasi yang bersumber dari simpanan - simpanan para anggota, yang dikelompokkan sebagai modal sendiri atau modal equity. Disamping itu menurut ketentuan Pasal 17 ayat ( 1 ) UU No. 25 Tahun 1992, dinyatakan bahwa anggota koperasi Indonesia adalah merupakan pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi. 


Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara bebas. Didalam koperasi dijunjung tinggi asas persamaan derajat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keanggotaan koperasi dikenal adanya sifat bebas, sukarela dan terbuka. Di dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992, dinyatakan bahwa keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi.


Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU No.25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa yang dapat menjadi anggota koperasi adalah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum, atau koperasi yang memenuhi persyaratan seperti ditetapkan dalam anggaran dasar. Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU No.25 tahun 1992, koperasi Indonesia dapat memiliki anggoa luar biasa. Oleh ketentuan dari Pasal tersebut, keanggotaan mereka sebagai anggota luar biasa adalah dimungkinkan, sepanjang mereka memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. 


Dalam ketentuan Pasal 19 ayat (3) UU No.25 tahun 1992, dinyatakan bahwa keanggotaan koperasi 
tidak dapat dipindah tangankan. Dalam hal anggota koperasi meninggal dunia maka keanggotaannya dapat dipindah tangan / diteruskan oleh ahli warisnya, yang memenuhi syarat dalam Anggaran Dasar.


Ketentuan Pasal 17 ayat (2) UU No.25 tahun 1992 menyatakan bahwa keanggotaan koperasi dicatat dalam buku anggota yang ada pada koperasi bersangkutan. Buku daftar anggota koperasi tersebut harus diselenggarakan oleh Pengurus Koperasi dan dipelihara dengan baik. Untuk menghindari adanya kecenderungan anggota hanya akan mementingkan dirinya pribadi, maka di dalam UU No.25 ahun 1992 diatur keentuan yang member batasan – batasan terhadap tindakan – tindakan anggota koperasi, khususnya pada Pasal 20.


Adapun kewajiban dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU No.25 tahun 1992, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Mematuhi Anggaran Dasar Koperasi.
2. Mematuhi Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
3. Mematuhi hasil keputusan – keputusan Rapat Anggota Koperasi.
4. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan koperasi.
5. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
6. Dll.


Sedangkan hak dari setiap anggota koperasi seperti tercantum di dalam pasal 20 ayat (2) UU No.25 Tahun 1992, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hadir di dalam Rapat Anggota 
2. Menyatakan pendapat di dalam Rapat Anggota
3. Memberikan suara di dalam Rapat Anggota
4. Memilih dan / atau dipilih dalam kepengurusan (sebagai Pengurus atau sebagai pengawas)
5. Meminta diadakannya Rapat Anggota menurut ketentuan – ketentuan menurut ketentuan dalam anggaran dasar.


Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Kinerja koprasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dsb.) serta hukum dagang dan hokum Organisasi koperasi yang khas dari suatu organisasi harus diketahui dengan menetapkan anggaran dasar yang khusus


Fungsi dan peran koperasi 
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa.
Prinsip koperasi 
Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu:
• Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
• Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
• Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi).
• Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
• Kemandirian.
• Pendidikan perkoprasian.
• kerjasama antar koperasi.

Jenis-jenis koperasi
• Koperasi Simpan Pinjam
• Koperasi Konsumen
• Koperasi Produsen
• Koperasi Pemasaran
• Koperasi Jasa


Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman.
Koperasi Konsumen adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi.


Koperasi Produsen adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil menengah(UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.


Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya.


Koperasi Jasa adalah koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.


Sumber modal koperasi
Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
Modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut:


• Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.[


• Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.


• Simpanan khusus/lain-lain misalnya:Simpanan sukarela (simpanan yang dapat diambil kapan saja), Simpanan Qurba, dan Deposito Berjangka.


• Dana Cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.


• Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.
adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:


• Anggota dan calon anggota.


• Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antarkoperasi,


• Bank dan Lembaga keuangan bukan banklembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku.


• Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


• Sumber lain yang sah.
Mekanisme pendirian koperasi
Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap Pertama-tama adalah pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota Kedua, Para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi ( ketua, sekertaris, dan bendahara ). Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi itu.[ Lalu meminta perizinan dari negara. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar


Pengurus koperasi
Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota. Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih seluruh anggota Pengurus dari kalangan anggota sendiri. Hal demikian umpamanya terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan-kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkupan, sedangkan ternyata bahwa yang dapat memenuhi syarat-syarat ialahmereka yang bukan anggota atau belum anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota).[ Dalam hal dapatlah diterima pengecualian itu dimana yang bukan anggota dapat dipilih menjadi anggota pengurus koperasi


Gerakan koperasi di Indonesia
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak sepontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Meraka mempersatukan diri untuk memperkaya dirinya sendiri, seraya ikut mengembangkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang di timbulkan oleh sistem kapitalisme demikian memuncaknya Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara sepontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.


Perangkat organisasi koperasi
Rapat Anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota dan disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha. Anggota pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggotaDalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota. Atas persetujuan rapat 


Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, merahasiakannya kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota.Tugas dan wewenang perangkat organisasi koperasi diatur oleh AD/ART koperasi yang disesuaikan dengan idiologi koperasi. Dalam manajemen koperasi perangkat organisasi koperasi juga disebut sebagai tim manajemen.



ORGANISASI KOPERASI


          Organisasi koperasi adalah suatu cara atau sistem hubungan kerja sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan bermaksud mencapai tujuan yang ditetapkan bersama-sama dalam suatu wadah koperasi.
          Sebagai organisasi koperasi mempunyai tujuan organisasi yang merupakan kumpulan dari tujuan-tujuan individu dari anggotanya, jadi tujuan koperasi sedapat mungkin harus mengacu dan memperjuangkan pemuasan tujuan individu anggotanya, dalam operasionalnya harus sinkron.
          Selanjutnya dalam melaksanakan roda organisasinya koperasi harus tunduk pada tata nilai tertentu yang merupakan karakteristik koperasi tata nilai ini dapat kita baca di Undang-undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian terutama pasal 2 s/d 5, yang lazim disebut : Landasan Asas, Tujuan, Fungsi dan Peran serta Prinsip-prinsip koperasi.
Penjelasannya sebagai berikut :   LANDASAN DAN ASAS (Pasal 2)
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.
  TUJUAN (Pasal 3)
          Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
     FUNGSI DAN PERAN (Pasal 4) Fungsi dan peran koperasi adalah : 
a.Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya
d. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
   PRINSIP - PRINSIP KOPERASI (Pasal 5) 
1. Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut : 
a. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka 
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis 
c. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
e. Kemandirian 

2. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :
a. Pendidikan perkoperasian
b. Kerjasama antar koperasi

STRUKTUR ORGANISASI KOPERASI
         Untuk mewujudkan integrasi antar fungsi dan antar formasi jabatan/orang yang menjalankan roda organisasi koperasi ada struktur organisasi yang jelas tepat dan efisien, struktur organisasi dituangkan dalam peraturan yang jelas dan tegas di dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan peraturan lain.
  
PERANGKAT ORGANISASI KOPERASI 

Dalam Undang-undang RI No. 25 Tahun 1922 tentang Perkoperasian, bahwa perangkat organisasi terdiri dari : 
1. RAPAT ANGGOTA (RA) 
2. PENGURUS 
3. PENGAWAS

Ketiga perangkat organisasi koperasi tersebut maupun yang bukan yaitu manajer merupakan tim manajemen yang mempunyai ikatan kolektif dalam menjalankan fungsi organisasi

SUMBER: http://ahim.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/7220/ORGANISASI+KOPERASI.doc

LATAR BELAKANG KOPERASI


Nama: Ilenna D Mirawan
Kelas: 2EA11
NPM: 13212596

Latar Belakang Koperasi

Koperasi adalah kumpulan orang-orang, bukan kumpulan uang. Itulah koperasi yang diperkenalkan oleh Haji Mohammad Hatta dan Pastor Karim Arbij 30 tahun lalu. Beliau berusaha mengembalikan citra koperasi ke asalnya sebagai lembaga usaha bersama masyarakat yang menanamkan nilai-nilai swadaya, tanggungjawab, demokrasi, kesetaraan, keadilan, dan solidaritas.

Sejarah pertumbuhan koperasi di seluruh dunia disebabkan oleh tidak dapat dipecahkannya masalah kemiskinan atas dasar semangat individualisme. Koperasi lahir sebagai alat untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan dan kelemahan-kelemahan dari perekonomian bentuk kapitalistis. Koperasi yang lahir pertama di Inggris berusaha mengatasi masalah keperluan konsumsi para anggotanya dengan cara kebersamaan yang dilandasi atas dasar prinsip-prinsip keadilan yang selanjutnya menelorkan prinsip-prinsip keadilan yang dikenal dengan


Mengapa Koperasi ada di Indonesia?

Karena pada awalnya koperasi ada sebagai alat untuk memperbaiki ketidakstabilan dan kelemahan ekonomi masyarakat Indonesia yang belum mampu

Mengapa Koperasi diperlukan di Indonesia?

1.     Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
2.     Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3.     Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
4.     Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.


Berdasarkan Undang-Undang apa koperasi diperlukan?

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3 tujuan koperasi Indonesia adalah 
“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.


Siapakah Bapak Koperasi di Indonesia?

Proklamator, kelahiran Bukittinggi, 12 Agustus 1902, ini diberi kehormatan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Beliau juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/257-bapak-koperasi-indonesia
Copyright © tokohindonesia.com

Selasa, 18 Juni 2013

CONTOH KALIMAT RELAIVE PRONOUNS


Contoh Kalimat Relative Pronouns



Who:

  1. Who has this great car? 
  2. Who was the first human to set foot on the moon surface?


Whom:

  1. Whom do you love more? 
  2. For whom did he buy that necklace? For his girl friend?



Whose:

  1. Whose book did you copy?
  2. Whose cloth are you wearing? 


Which:
1. The small town in which I was born has grown to a large metropolis.
2. The day on which they were to leave finally arrived.



That:
1.He paid the money to the man who that had done the work
 2. He paid the man whom that he had hired.






NAMA: ILENNA D MIRAWAN
KELAS: 1EA08
NPM: 13212596

Article Of Relative Pronouns


WikiLeaks is a rare truth-teller. Smearing Julian Assange is shameful
by John Pilger, February 18, 2013
Last December, I stood with supporters of WikiLeaks and Julian Assange in the bitter cold outside the Ecuadorean embassy in London. Candles were lit; the faces were young and old and from all over the world. They were there to demonstrate their human solidarity with someone whose guts they admired. They were in no doubt about the importance of what Assange had revealed and achieved, and the grave dangers he now faced. Absent entirely were the lies, spite, jealousy, opportunism and pathetic animus of a few who claim the right to guard the limits of informed public debate.
These public displays of warmth for Assange are common and seldom reported. Several thousand people packed Sydney Town Hall, with hundreds spilling into the street. In New York recently, Assange was given the Yoko Ono Lennon Courage Award. In the audience was Daniel Ellsberg, who risked all to leak the truth about the barbarism of the Vietnam war.
Like Jemima Khan, the investigative journalist Phillip Knightley, the acclaimed film director Ken Loach and others lost bail money in standing up for Assange. “The US is out to crush someone who has revealed its dirty secrets,” Loach wrote to me. “Extradition via Sweden is more than likely . . . is it difficult to choose whom to support?”
No, it is not difficult.
In the NS last week, Jemima Khan ended her support for an epic struggle for justice, truth and freedom with an article on Wiki­Leaks’s founder. To Khan, the Ellsbergs and Yoko Onos, the Loaches and Knightleys, and the countless people they represent, have all been duped. We are all “blinkered”. We are all mindlessly “devoted”. We are all “cultists”. In the final words of her j’accuse, she describes Assange as “an Australian L Ron Hubbard”. She must have known this would make a gratuitous headline, as indeed it did across the press in Australia.
I respect Jemima Khan for backing humanitarian causes, such as the Palestinians. She supports the Martha Gellhorn Prize for Journalism, of which I am a judge, and my own film-making. But her attack on Assange is specious and plays to a familiar gallery whose courage is tweeted from a smartphone.
Khan complains that Assange refused to appear in the film about WikiLeaks by the American director Alex Gibney, which she “executive produced”. Assange knew the film would be neither “nuanced” nor “fair” and “represent the truth”, as Khan wrote, and that its very title, We Steal Secrets: The Story of Wikileaks, was a gift to the fabricators of a bogus criminal indictment that could doom him to one of America’s hellholes. Having interviewed axe-grinders and turncoats, Gibney abuses Assange as paranoid. DreamWorks is also making a film about the “paranoid” Assange. Oscars all round.
The sum of Khan’s and Gibney’s attacks is that Ecuador granted him asylum without evidence. The evidence is voluminous. Assange has been declared an official “enemy” of a torturing, assassinating, rapacious state. This is clear in official files, obtained under Freedom of Information, that betray Washington’s “unprecedented” pursuit of him, together with the Australian government’s abandonment of its citizen: a legal basis for granting asylum.
Khan refers to a “long list” of Assange’s “alienated and disaffected allies”. Almost none was ever an ally. What is striking about most of these “allies” and Assange’s haters is that they exhibit the very symptoms of arrested development they attribute to a man whose resilience and good humour under extreme pressure are evident to those he trusts.
Another on the “long list” is the lawyer Mark Stephens, who charged him almost half a million pounds in fees and costs. This bill was paid from an advance on a book whose unauthorised manuscript was published by another “ally” without Assange’s knowledge or permission. When Assange moved his legal defence to Gareth Peirce, Britain’s leading human rights lawyer, he found a true ally. Khan makes no mention of the damning, irrefutable evidence that Peirce presented to the Australian government, warning how the US deliberately “synchronised” its extradition demands with pending cases and that her client faced a grave miscarriage of justice and personal danger. Peirce told the Australian consul in London in person that she had known few cases as shocking as this.
It is a red herring whether Britain or Sweden holds the greatest danger of delivering Assange to the US. The Swedes have refused all requests for guarantees that he will not be despatched under a secret arrangement with Washington; and it is the political executive in Stockholm, with its close ties to the extreme right in America, not the courts, that will make this decision.

Khan is rightly concerned about a “resolution” of the allegations of sexual misconduct in Sweden. Putting aside the tissue of falsehoods demonstrated in the evidence in this case, both women had consensual sex with Assange and neither claimed otherwise; and the Stockholm prosecutor Eva Finne all but dismissed the case.
As Katrin Axelsson and Lisa Longstaff of Women Against Rape wrote in the Guardianin August 2012, “. . . the allegations against [Assange] are a smokescreen behind which a number of governments are trying to clamp down on WikiLeaks for having audaciously revealed to the public their secret planning of wars and occupations with their attendant rape, murder and destruction . . .
The authorities care so little about violence against women that

  they manipulate rape allegations at will . . . [Assange] has made it clear he is available for questioning by the Swedish authorities, in Britain or via Skype. Why are they refusing this essential step to their investigation? What are they afraid of?”





NAME: ILENNA D MIRAWAN
CLASS: 1EA08
NPM:13212596

Jumat, 03 Mei 2013

CONVERSATION DIRECT AND INDIRECT

Name: Ilenna D MirawanNPM: 13212596Class: 1EA08

Ilenna : I didn't go to class yesterday. Did Mrs. Septian make any assignments ?

Kiki : Yes. She said she wanted us to give a example of conversation direct and indirect.

Ilenna : What about you? You can do the task?

Kiki : No. but she said "You should study harder". Spooky right ?

Ilenna : Yeah. We have to get good grades. But sometimes I have difficulty understanding about direct and indirect.

Kiki : Me too. Maybe we need to try study together to share our knowledge.

Ilenna : Good . I agree with you.

Minggu, 17 Maret 2013

Definition of Music


The word music comes from the Greek mousikê (tekhnê) by way of the Latin musica. It is ultimately derived from mousa, the Greek word for muse. In ancient Greece, the word mousike was used to mean any of the arts or sciences governed by the Muses. Later, in Rome, ars musica embraced poetry as well as instrument-oriented music. In the European Middle Ages, musica was part of the mathematical quadriviumarithmeticsgeometryastronomy and musica. The concept of musica was split into four major kinds by the fifth century philosopher, Boethius: musica universalismusica humanamusica instrumentalis, and musica divina. Of those, only musica instrumentalis referred to music as performed sound.[original research?]
Musica universalis or musica mundana referred to the order of the universe, as God had created it in "measure, number and weight". The proportions of the spheres of the planets and stars (which at the time were still thought to revolve around the earth) were perceived as a form of music, without necessarily implying that any sound would be heard—music refers strictly to the mathematical proportions. From this concept later resulted the romantic idea of a music of the spheres. Musica humana, designated the proportions of the human body. These were thought to reflect the proportions of the Heavens and as such, to be an expression of God's greatness. To Medieval thinking, all things were connected with each other—a mode of thought that finds its traces today in the occult sciences or esoteric thought—ranging from astrology to believing certain minerals have certain beneficiary effects.[original research?]
Musica instrumentalis, finally, was the lowliest of the three disciplines and referred to the manifestation of those same mathematical proportions in sound—be it sung or played on instruments. The polyphonic organization of different melodies to sound at the same time was still a relatively new invention then, and it is understandable that the mathematical or physical relationships in frequency that give rise to the musical intervals as we hear them, should be foremost among the preoccupations of Medieval musicians

SOURCE:
http://en.wikipedia.org/wiki/Definition_of_music

ILENNA D MIRAWAN
13212596
1EA08
ENGLISH

ECONOMIC VIEW Two - Prisms for Looking at China’s Problems


China is confronting some serious economic problems, and how Beijing does — or doesn’t — respond to them could bend the course of the global economy.
First, China’s real estate bubble is deflating. But its economy also seems to be suffering from what we economists call excess capacity — an overinvestment in capital goods, whether in factories, retail stores or infrastructure.
So what now? The answer depends in part on your school of economic thinking.
Keynesian economics holds that aggregate demand — the sum of all consumption, investment,  government spending and  net exports — drives stability, and that government can and should help in difficult times. But the Austrian perspective, developed by the Austrian economists Ludwig von Mises and Friedrich A. Hayek, and championed today by many libertarians and conservatives, emphasizes how government policy often makes things worse, not better.
Economists of all stripes agree that China may be in for a spill. John Maynard Keynesemphasized back in the 1930s the dangers of speculative bubbles, and China certainly seems to have had one in its property market.
Keynesians would argue that Beijing has the tools to stoke aggregate demand. It could, for example, adjust interest rates and bank reserve requirements, instruct state-owned banks to maintain lending, or deploy some of its $3 trillion in foreign exchange reserves. The government also appears to have many shovel-ready construction and infrastructure projects that could help the economy glide to a soft landing and then bounce back.
The Austrian perspective introduces some scarier considerations. China has been investing 40 percent to 50 percent of its national income. But it is hard to invest so much money wisely, particularly in an environment of economic favoritism. And this rate of investment is artificially high to begin with.
Beijing is often accused of manipulating the value of its currency, the renminbi, to subsidize its manufacturing. The government also funnels domestic savings into the national banking system and grants subsidies to politically favored businesses, and it seems obsessed with building infrastructure. All of this tips the economy in very particular directions.
The Austrian approach raises the possibility that there is no way for China to make good on enough of its oversubsidized investments. At first, they create lots of jobs and revenue, but as the business cycle proceeds, new marginal investments become less valuable and more prone to allocation by corruption. The giddy booms of earlier times wear off, and suddenly not every decision seems wise. The combination can lead to an economic crackup — not because aggregate demand is too low, but because the economy has been producing the wrong mix of goods and services.
TO keep its investments in business, the Chinese government will almost certainly continue to use political means, like propping up ailing companies with credit from state-owned banks. But whether or not those companies survive, the investments themselves have been wasteful, and that will eventually damage the economy. In the Austrian perspective, the government has less ability to set things right than in Keynesian theories.
Furthermore, it is becoming harder to stimulate the Chinese economy effectively. The flow of funds out of China has accelerated recently, and the trend may continue as the government liberalizes capital markets and as Chinese businesses become more international and learn how to game the system. Again, reflecting a core theme of Austrian economics, market forces are overturning or refusing to validate the state-preferred pattern of investments.
For Western economies, the Keynesian view is much more popular than the Austrian view among mainstream economists. The Austrian view has a hard time explaining how so many investors can be fooled into so much malinvestment, especially given the traditional Austrian perspective that markets are fairly effective in allocating resources. But China has had such an extreme and pronounced artificial subsidization of investment that the Austrian perspective may apply there to a greater degree.
The optimistic view is that Chinese excess capacity and overbuilding are manageable — that the current overextensions of investment will be propped up, but they won’t have to be propped up for long. In this view, the Chinese economy will fairly soon grow rather naturally into supporting its current capital structure, and its downturns will be mere hiccups, not busts.
The pessimistic view is that the problems are so large that the government’s attempts to prop up its investments with further subsidies could so limit consumption, and so distort resource allocation, that the Chinese economy will stagnate. In this view, the political means for allocating investment would grow to dominate market forces, the proposed “economic rebalancing” of the Chinese economy toward domestic consumption would become a distant memory, and China would have an even tougher time opening its capital markets and liberalizing its economy. Given that China already faces competition from nations where wages are lower, and that its population is aging, the country might not return to its previous growth track.
THE jury is out. But to my eye, we may well find a significant and lasting disruption, closer to what the Austrian theory would predict. Consider a broader historical perspective: How often in world history have countries enjoyed 30-plus years of extremely rapid growth without a major economic tumble somewhere along the way? One can be optimistic about China for the long term and still be fearful for the next turn in its business cycle.
In any case, China has surprised the world many times before — and is likely to surprise it again.

SOURCE = http://www.nytimes.com/2012/08/12/business/two-ways-to-see-chinas-problems-economic-view.html?_r=0

ENGLISH
NAME: ILENNA D MIRAWAN
NPM: 13212596
1EA08